Berawal pada saat aku memilih penempatan di NTT pada tahun 2015. pertama kali aku memilih tempat ini, dkarenakan lokasinya paling dekat dengan bandara. Jika dibandingkan lokasi penempatan yang lain. Dalam pikiranku kali ini saya akan lama tinggal dan bertugas di tempat tersebut, tidah seperti yang sudah-sudah yaitu sebagai guru kontrak. Nah kenapa aku pilih dekat bandara, alasannya jika terjadi sesuatu yang mengharuskan aku segera pulang, maka tidak membutuhkan waktu yang begitu lama.
Jujur aku tidak terlalu banyak sumber literasi tentang monografi lokasi penempatanku. Hanya info dari kawan-kawan, yang dahulu pernah tugas disana selama 1 tahun. Itupun tak banyak yang aku dapatkan. Salah satu info valid yaitu tempatnya susuah air he.. Aku tak sempat berfikir tentang kehidupan sosial masyarakat disana he.. kata yang sudah familiar ditelingaku yaitu” Nanti Tuhan Tolong”.
Ternyata benar adanya, aku tumbuh dan berkembang disini he.. salah satunya bagaimana aku bisa memngkonsumsi air secara bijaksana, tidak seperti di tempat kelahiranku terdahulu. Bahkan hal tersebut tidak pernah aku pikirkan sebelumnya, namun disini mereka pikirkan denagn baik. Hal tersebut sampai pada hal yang kecil-kecil yang biasa kita tidak terpikirkan, mereka terkadang sangatlah memikirkan itu he..
Oiya barangkali aku satu-satunya diantara kawan-kawan satu angktan yang terlahir di kota dan tidak mempunyai ladang maupun sawah. Tak ayal alat-alat semacam cangkul, parang,gergaji, palu dan lain-lain tidak terbiasa tersentuh olehku. Disini aku banyak belajar bagaimana kemampuan bertahan hidup, mulai mengambil air dengan jerigen bekas minyak goreng 5 liter, dengan cara dipikul menggunakan bambu yang sudah dibentuk sedemikian rupa sampai bisa muat 4 jerigen. Bahkan ada yang mampu sampai 5-6 jeringen 5 literan .
Tidak bisa dipungkiri bahwa aku mengalami shock culture , kebiasaan yang berbeda dari sebelumnya. Alhamdulillah aku bisa melewatinya, karna aku mulai sadar bahwa tujuan sampai disini untuk melakasanan profesiku sebagai seorang pendidik. Nah dari keterbatasan itulah aku banyak belajar prilaku kehidupan mereka. Barang tentu karakteristik lokasi geografisnya, menentukan cara berfikir, watak dan karakter.
Akupun tak bisa berbuat apa-apa, dan tak mau terjerumus dalam masalah klasik yang sudah turun-temurun itu. entah sampai kapan lingkaran tersebut bisa terputus (leadership) he..berutunglah aku menemukan sebuah karunia Tuhan berupa hasil bumi masyarakat disini, yaitu madu hutan khas Kab. Kupang NTT. Alhamdulillah aku bisa tetap fokus menjadi pendidik dan sangat bahagia karna banyak yang menikmati madu hutan tersebut, dengan banyak testimoni positif yang datang dalam kehidupan para pengkonsumsi madu hutan Kab. Kupang ini.
Aku merasa bahagia, keberadaanku bisa sedikit memberikan manfaat bagi orang lain dan menambah pendapatan masyarakat petani madu . Sedangkan untuk melihat hasil karyaku dalam memberikan pelayanan sebagai pendidik, sampai saat ini belum bisa aku rasakan. Barangkali 5- 10 tahun lagi dan semua aku serahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setiap individu itu pasti mempunya rezeki masing-masing.
Terima Kasih Pulau Timor, kamu memberikan pelajaran banyak hal. Pulau ini sebagai rumah keduaku, tak akan pernah aku melupakanmu dalam memoriku.. Semoga Pulau Timor terus berkembang untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan pengalaman-pengalaman ini akan aku bungkus secara apik dan rapi. I love you full for Timor Island
Seorang ayah dari jagoan kecil yang bernama Omera, suka makan durian tapi tidak dengan kulitnya